Sabtu, 15 Maret 2014

NORMA SOSIOMATIK


NORMA-NORMA DAN MATEMATIKA
Sumber : Norma and Mathematical Proficiency – Teaching Children Mathematics, Vol.20, no.1 August 2013, The National Council of Theacher of athematics, Ins.

Di dalam artikel “Norms and Mathematical” membahas tentang bagaimana tingkah laku siswa di kelas yang mendukung perkembangan pemikiran matematika siswa. Dalam pembelajaran matematika ada yang dinamakan dengan norma ketekunan, dimana ketekunan tersebut diartikan sebagai bekerja untuk mengidentifikasi alur penyelesaan, menemukan penyelesaian, bekerja dengan penyelesaian yang lama untuk mengeksplor metode lain dalam menyelesaikan masalah, dan memperpanjang pertanyaan dari masalah yang lebih sulit. Contohnya, ketika siswa diberikan permasalahan dan  menemukan penyelesaiannya, mereka tidak pernah percaya bahwa mereka selesai tetapi siswa merefleksi pekerjaannya dengan pertanyaan-pertanyaan, pertanyaannya seperti konsep matematika lain apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini?, strategi apa yang paling efisien?, kesalahan apa yang telah saya buat yang kemudianbisa dijadikan pelajaran?. Dan pertanyaan lain dapat berupa pertanyaan yang berhubungan tentang bagaimana permasalahan dapat memperpanjang atau solusi permasalahan tersebut dapat digeneralisasikan untuk menyelesaikan permasalahan lain, seperti masalah lain apa yang mungkin mampu saya pecahkan menggunakan metode ini?, pertanyaan lain apa yang mungkin saya ajukan dan jawab mengenai situasi masalah?.
Selain norna ketekunan ada juga norma matematika sosial yaitu norma yang melibatkan pemeriksaan matematika di berbagai cara mencari solusi. Kemampuan matematika menunjukkan ada 3 hal yaitu kompetensi strategis, penalaran adaptif dan disposisi produktif. Kompetensi strategis adalah kemampuan untuk merumuskan, dan memecahkan masalah matematika. kemudian untuk memecahkan masalah dan belajar matematika, siswa menggunakan penalaran adaptif. Sedangkan disposisi produktif, melihat matematika masuk akal, berguna dan berharga.
Norma yang lain adalah norma menantang dan mempertanyakan. Siswa didorong untuk mendemonstrasikan sebuah nilai dari solusi temannya dengan memberikan pertanyaan yang dapat menyebabkan siswa berpikir tentang proses penyelesaian masalah dan solusi. Siswa nantiya dapat membandingkan dan menghasilkan tantangan untuk membangun banyak strategi yang efisien dan kebenaran matematika yang lebih meyakinkan. Yang dilakukan norma ini adalah berdiskusi kelas, diskusi siswa berfokus pada mengidentifikasi dan memahami perbedaan dalam solusi, proses dan evaluasi efisiensi mereka.
Sumber : Development of Mathematical Norms In An Eight-Grade Japanese Classroom oleh Yasuhiro Sekiguchi, Yamaguchi University, Japan.
Ada tiga strategi yang digunakan guru untuk mengembangkan norma-norma matematika.
1.    Menggunakan karya siswa
Guru menjelaskan norma dengan menggunakan karya siswa, didalam penelitian ini, guru berbicara tentang norma-norma hampir selalu menggunakan karya siswa. Selain itu, guru tidak menggunakan contoh buatan, dia selalu menggunakan karya yang sebenarnya dari siswa.  
2.    Membuat perbandingan
Guru memungkinkan membandingkan dua hasil kerja siswa di papan tulis, dan menunjukkan bahwa salah satu diantara mereka yang mengikuti norma yang benar, dan yang lainnya tidak. Kemudian, guru meminta siswa – siswanya untuk mengikuti norma yang benar.
3.    Memperhatikan siswa yang tidak mengikuti norma
Guru berdiskusi tentang hasil kerja siswa yang tidak mengikuti norma. Dalam hal ini guru harus memperhatikan  keadaan psikologi dan sosial siswa.
1.  Efisiensi
Guru mendorong siswa untuk dapat mengejar cara yang efisien memecahkan permasalahan. Yaitu dengan membandingkan solusi yang berbeda. Hal ini tidak berarti bahwa salah satu solusi tersebut tidak efisien hanya saja ada cara penyelesaian yang lebih efisien
2.  Bahkan solusi yang tidak efisian bisa berisi ide – ide penting
Suatu ide penting dapat ditemukan melalui berbagai hal yang tidak efisien atau melalui usaha yang gagal dalam menunjukkan matematika.Guru memberikan kesempatan bagi seluruh kelas untuk menghargai ide penting yang ditemukan pada cara yang tidak efisien, karena efisiensi bukanlah satu – satunya nilai yang dikejar dalam matematika. Ide-ide baru dalam mengembangkan cara-cara baru untu memecahkan masalah sama pentingnya dalam matematika.
3.  Dalam matematika Anda tidak dapat menuliskan apa yang belum Anda buktikan kebenarannya
Matematika ditulis dengan cara deduktif yaitu dimulai dari aksioma, definisi, atau teorema yang sudah terbukti, dan dilanjutkan dengan proses yang logis. Oleh karena itu, kita tidak dapat menuliskan apa yang belum kita buktikan kebenarannya, terutama dalam pengajaran pembuktian dalam geometri di Jepang.
4.  Akurasi lebih dihargai dibanding Kecepatan
Di dalamalam matematika kebenaran adalah salah satu tujuan yang paling penting karena akurasi dari solusi sering lebih dihargai dibanding efisien.

Kesimpulan Penulis :
Pada dasarnya 2 versi norma sosiomatik dari kedua artikel tersebut sama yaitu guru mengembangkan pemikiran matematika siswa dengan mengajak siswa lebih berfikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan serta memilih penyelesaian tersebut yang lebih efisien, dan hal tersebut dilakukan dengan menggunakan diskusi kelas.

Sabtu, 08 Maret 2014

NORMA-NORMA DAN MATEMATIKA


Di dalam artikel “Norms and Mathematical” membahas tentang bagaimana tingkah laku siswa di kelas yang mendukung perkembangan pemikiran matematika siswa. Dalam pembelajaran matematika ada yang dinamakan dengan norma ketekunan, dimana ketekunan tersebut diartikan sebagai bekerja untuk mengidentifikasi alur penyelesaan, menemukan penyelesaian, bekerja dengan penyelesaian yang lama untuk mengeksplor metode lain dalam menyelesaikan masalah, dan memperpanjang pertanyaan dari masalah yang lebih sulit. Contohnya, ketika siswa diberikan permasalahan dan  menemukan penyelesaiannya, mereka tidak pernah percaya bahwa mereka selesai tetapi siswa merefleksi pekerjaannya dengan pertanyaan-pertanyaan, pertanyaannya seperti konsep matematika lain apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini?, strategi apa yang paling efisien?, kesalahan apa yang telah saya buat yang kemudianbisa dijadikan pelajaran?. Dan pertanyaan lain dapat berupa pertanyaan yang berhubungan tentang bagaimana permasalahan dapat memperpanjang atau solusi permasalahan tersebut dapat digeneralisasikan untuk menyelesaikan permasalahan lain, seperti masalah lain apa yang mungkin mampu saya pecahkan menggunakan metode ini?, pertanyaan lain apa yang mungkin saya ajukan dan jawab mengenai situasi masalah?.
Selain norna ketekunan ada juga norma matematika sosial yaitu norma yang melibatkan pemeriksaan matematika di berbagai cara mencari solusi. Kemampuan matematika menunjukkan ada 3 hal yaitu kompetensi strategis, penalaran adaptif dan disposisi produktif. Kompetensi strategis adalah kemampuan untuk merumuskan, dan memecahkan masalah matematika. kemudian untuk memecahkan masalah dan belajar matematika, siswa menggunakan penalaran adaptif. Sedangkan disposisi produktif, melihat matematika masuk akal, berguna dan berharga.
Norna yang lain adalah norna menantang dan mempertanyakan. Siswa didorong untuk mendemonstrasikan sebuah nilai dari solusi temannya dengan memberikan pertanyaan yang dapat menyebabkan siswa berpikir tentang proses penyelesaian masalah dan solusi. Siswa nantiya dapat membandingkan dan menghasilkan tantangan untuk membangun banyak strategi yang efisien dan kebenaran matematika yang lebih meyakinkan. Yang dilakukan norma ini adalah berdiskusi kelas, diskusi siswa berfokus pada mengidentifikasi dan memahami perbedaan dalam solusi, proses dan evaluasi efisiensi mereka.

Sabtu, 01 Maret 2014

Menggunakan Representasi untuk Mendukung Pemahaman Siswa


Dalam artikel Beneath the tip of the icebreg : Using representations to support student understanding dijelaskan bagaimana para guru dapat menggunakan representasi untuk meningkatkan jalan masuk siswa menuju matematika yaitu dengan menggambarkan bagaimana sebuah “model gunung es”. Model ini mendukung adanya pilihan yang intervensi material bahan-bahan pelajaran yang dapat diterima dan rangkaian bahan-bahan pelajaran yang berpusat pada siswa.
Para peneliti di Institut Pendidikan Sains dan Matematika Freudenthal di Universitas Utrecht mengembangkan model gunung es untuk mendukung pemikiran guru tentang proses dan strategi belajar yang digunakan oleh siswa (Boswinkel dan Moerlands 2001). Model ini telah membuktikan sebagai perumpamaan yang sangat kuat untuk menjelaskan bagaimana siswa memerlukan pengalaman secara luas dari model matematika untuk membuat arti dari sebuah representasi matematika formal.
Beberapa kelompok dari guru dapat berkerja sama mengenai model gunung es, yang menawarkan sebuah keadaan untuk menyelidiki dan merundingkan representasi tentang hal-hal yang perlu dan rangkaian aktivitas-aktivitas dalam materi bahan-bahan pelajaran. Model ini adalah sebuah perumpamaan, yang membedakan peran dari representasi informal, preformal, dan formal yang digunakan oleh siswa.
Representasi secara preformal dibangun dari representasi siswa secara informal, atau penalaran yang menawarkan struktur matematika yang lebih besar. Beberapa contoh adalah formula berulang untuk mendiskripsikan pola angka, garis nomor ganda untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan skala dan menggunakan model daerah untuk mengalikan bilangan bulat, pecahan campuran, atau binomial. Kebanyakan representasi preformal jarang dikembangkan oleh siswa untuk memecahkan masalah. Sebaliknya, siswa dipandu oleh guru atau bahan ajar untuk menggunakan representasi preformal dan strategi yang dapat diterapkan di banyak situasi dan konteks. Representasi Preformal menawarkan kesempatan yang lebih besar untuk memberdayakan kemampuan siswa, tetapi mereka sering memiliki keterbatasan dalam ruang lingkup masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan representasi yang dipilih.
Inti dari  kegiatan gunung es melibatkan guru untuk bekerja sama dalam rangka mengidentifikasi representasi terkait dan strategi dan membahas bagaimana representasi ini mendukung pemahaman siswa. Selain itu, guru membahas bagaimana membangun pemahaman yang kurang formal dan memutuskan apakah representasi terbaik dikategorikan sebagai informal, preformal, atau formal. Mengingat ruang lingkup konten yang melibatkan beberapa topik, guru  juga perlu untuk mempertimbangkan apakah representasi yang cukup unik akan mendapat tempat sendiri dalam gunung es.