Sabtu, 22 Februari 2014

Bagaimana Menemukan Model-Model Yang Sesuai Dan Aktivitas Yang Menimbulkan Model??


Meskipun proses bottom-up menyiratkan bahwa model ditemukan oleh siswa sendiri, namun untuk membuat siswa menemukan proses tersebut maka siswa harus dihadirkan pada lingkungan belajar semacam masalah, kegiatan, dan konteks, siswa harus terlibat langsung didalamnya, bersama dengan stimulasi dan penekanan peran guru. Seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam RME, penemuan diambil dari penemuan yang sebelumnya. Namun, aspek terpenting dari proses ini adalah bahwa siswa harus memiliki perasaan memimpin di dalamnya. Munculnya model dan perkembangan yang dialami siswa harus secara alami.
Persyaratan sebelumnya menempatkan tanggung jawab besar pada pengembangan materi pendidikan. Pengembang pendidikan harus mencari situasi masalah yang cocok untuk membangun model yang sesuai dalam skenario atau jalan yang memunculkan perkembangan lebih lanjut dari model tersebut, untuk membiarkannya tumbuh menjadi sebuah model didaktik yang membuka jalan untuk tingkat yang lebih tinggi dari pemahaman bagi para siswa. harus jelas bahwa ini menempatkan tuntutan tertentu pada suatu situasi masalah siswa. Persyaratan utama adalah bahwa situasi masalah dapat dengan mudah diselesaikan. Tuntutan lain adalah bahwa dari sudut pandang siswa harus ada kebutuhan untuk membangun. Aspek ini merupakan contoh perencanaan dan pelaksanaan solusi langkah, menghasilkan penjelasan, kriteria ini sudah memberikan indikasi yang baik dari apa yang diperlukan untuk memunculkan model, yang paling penting adalah bahwa situasi masalah dan kegiatan membawa siswa untuk mengidentifikasi struktur dan didaktik analisis konsep matematika sebagaimana yang disebut oleh Freudenthal ( 1978,1983 ). Analisis difokuskan pada bagaimana matematika pengetahuan dan konsep dapat menampakkan diri kepada siswa dan bagaimana mereka dapat dibentuk. Bagian dari analisis ini dilakukan dengan cara penelitian eksperimen dan pertimbangan antar universitas, termasuk diskusi dengan guru, di mana kedua pengetahuan tentang siswa dan ide-ide tentang konsep-konsep matematika yang diinginkan berfungsi sebagai potret sebelum memandu. Bagian yang lebih penting dari analisis adalah dilakukan saat bekerja dengan siswa dan menganalisis siswa bekerja. Dengan cara ini dapat disusun suatu model dan apa yang telah menjadi dalam penempatan situasi masalah dapat ditemukan, sehingga situasi-solusi spesifik dapat diperoleh.

Sabtu, 15 Februari 2014

SIFAT PEMBELAJARAN



Pembelajaran memiliki 2 sifat yaitu kontruktif dan berkembang.  Kontruktif disini berarti bahwa anak-anak mencoba untuk memahami situasi dan konteks serta menafsirkannya dengan didasarkan pada ide-ide yang telah mereka bangun. Dan berkembang disini berarti bahwa pembelajaran berkembang sejalan dengan perubahan waktu atau zaman. Seperti teori Piaget (1977) yaitu dijelaskan bahwa proses belajar itu mengalami dua fase, yaitu fase asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah fase dimana anak memahami pengalaman-pengalaman baru dari skema yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah fase dimana anak mengubah skema yang sudah ada menjadi sesuai dengan situasi yang baru. Apabila anak menerima pengetahuan baru maka anak akan memahami informasi tersebut dengan menghubungkannnya dengan skema/ pengetahuan yang sudah ada dalam pemikirannya. Setelah memahaminya, anak akan menyimpulkan informasi baru tersebut sesuai dengan pemahamannya dan sesuai dengan situasi yang baru.
Dalam sebuah pembelajaran, peserta didik mempunyai banyak cara untuk dapat mengasimilasikan suatu konteks atau informasi. Maka setiap peserta didik akan berdeda-beda dalam mengambil kesimpulan informasi yang baru, dimana setiap peserta didik akan mempunyai pendapat yang bervariasi.
Pembelajaran tersebut sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional, karena pembelajaran konvensional hanya memilki satu strategi yang digunakan. Dalam pembelajarannya peserta didik diharuskan memecahkan masalah dengan cara yang sama, sehingga yang ada hanya kemungkinan peserta didik tersebut berhasil atau tidak.

TIPS MENANGGULANGI KETERBATASAN ALAT PERAGA DALAM PMRI



Seperti yang kita ketahui bahwasanya dalam pembelajaran PMRI itu biasanya guru selalu menggunakan alat peraga, namun yang menjadi masalah disini guru kesulitan dalam menciptakan alat peraga dalam suatu pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah dari persoalan tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan pembelajaran terpadu dengan mata pelajaran yang lainnya. Misalkan guru memadukan mata pelajaran Matematika dengan Kerajinan Tangan dan Kesenian (KTK), dengan memaduan kedua mata pelajaran tersebut maka guru dapat menggunakan barang-barang atau karya-karya yang dihasilkan siswa saat pelajaran Kerajinan Tangan dana Kesenian (KTK) menjadi alat peraga atau media belajar bagi siswa ketika pelajaran Matematika.
Dengan demikian pastinya anak akan merasa senang belajar Matematika dan sekaligus merasa dihargai serta bangga karena karya yang dibuat itu digunakan dan guru pun tidak perlu menambah pekerjaannya dalam membuat alat peraga.
Saat pembuatan alat peraga yang sekaligus dipadukan dalam pelajaran KTK harus memperhatiakan kaidah-kaidah pada kurikulum mata pelajaran KTK dan harus mengkombinasikan antara ekspresi seni dan tata nilai guna dalam hasil karya serta hasil karya siswa dikoleksi dalam ruang kelas dan ditata atau dipajang sedimikan rupa agar dapat menambah estetiska ruang kelas agar dapat dijadikan alat peraga atau media pembelajaran matematika.